Berpikirlah secara Strategis!!!
BERPIKIRLAH secara strategus…!!! Apakah yang dimaksud berfikir strategis…. Berpikir strategis adalah menciptakan kaitan antara ide, rencana, dan individu-individu, yang tidak selamanya terlihat oleh orang lain. Hal penting lain dalam berpikir strategis adalah memilih jalan mana yang akan diambil dan mana yang tidak diambil… Ini baru contoh dari tindakan strategis yang sederhana. kaum milenial sekarang ini menguasai Ilmu Matematika dan Ilmu pengetahuan alam sudah barang tentu para kaum milenial mampu dan Memiliki dasar berpikir kuantitatif yg kuat. Ciri-ciri bangsa yang masyarakatnya mampu berpikir “strategis” ditandai oleh KEMAMPUAN IPA. Prestasi IPA bukan ukuran mutlak, melainkan standar minimal sebagaimana survei PISA. Berdasarkan survei Programme for International Student Assessment (PISA), anak-anak Indonesia termasuk rendah di ASEAN. Artinya, bangsa Indonesia tidak memiliki modal dasar untuk menciptakan generasi yg mampu berpikir “strategis”. Loh, padahal anak-anak TK di Indonesia malah sudah diajari berhitung hingga 3-4 digit. Soal-soal sekolah tingkat SD pun nyaris mendekati kualifikasi perguruan tinggi. Kok bisa paling lemah berpikir strategisnya?

PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar, yaitu membaca, matematika dan sains. PISA mengukur apa yang diketahui siswa dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya. Tema survei digilir setiap 3 tahun, fokus temanya adalah kompetensi Sains. Laporan hasil studi PISA 2018 dirilis pada Selasa (3/12/2019). … Studi ini menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara setiap tiga tahun sekali. Studi ini membandingkan kemampuan Matematika, membaca, dan kinerja Sains dari tiap anak.

Saat ini Indonesia masih mengungguli Brazil namun berada di bawah Yordania. Skor rata-rata untuk Sains adalah 493, Membaca 493 juga, dan untuk Matematika 490. Skor Indonesia untuk Sains adalah 403, untuk Membaca 397, dan untuk Matematika 386
Inilah kekeliruan paradigma mendidik yang sudah berpuluhpuluh tahun masih lestari. Dan nampaknya seolah-olah ada kesengajaan dilestarikan. Modal dasar membentuk cara berpikir bukan menguras isi otak yg sel-sel syarafnya masih lemah, melainkan dgn menguatkan melalui STIMULASI KREATIVITAS & IMAJINASI. Paradigma yang selama mendidik yang menurut saya yang salah kaprah, sehingga berpuluh-puluh tahun hanya menghasilkan generasi dungu generasi zombie, dan generasi robotik. Tinktank itu tentang bagaimana bekerja sisi otak kreatif untuk bersinergi dengan sisi otak kalkulasi.

Pendidikan di Indonesia sampai saya membuat tulisan ini belum pernah memikirkan aspek berpikir strategis. Aneh memang, selalu menekankan pada inovasi dan kreativitas, tapi modal dasarnya hancur!!! Pada akhirnya bukan menghasilkan lulusan berkemampuan problem solving, melainkan dipaksa untik berpikir mencari kerja.bukan dengan “Ciptakan lapangan kerja” sejatinya sama saja cara berpikir mencari kerja. Bukan malah diarahkan bagaimana metodologi menyelesaikan suatu masalah.

Lalu Munculah juragan-juragan motivasi (motivator) yang mampu menjual mimpi-mimpi kosong. Generasi panik saat ini , rela menjadi babu meskipun sudah membuang masa kuliah bertahun-tahun. Tidak memiliki kepribadian yg kuat, sehingga gampangan dicolok hidungnya. Gampang putus asa, gampang kagum. Idealisme sudah tidak dipunyai akhirnya hanya otomatis menciptakan generasi solusi berbasis tanya Mbah Google. Utung-untungan tidak salah ketik.

Dalam kondisi bangsa seperti begitu dan sistem negaranya akan sulit mencipakan generasi yang mampu berpikir strategis. Faktor negara sebagai sebuah sumber keteladanan juga masih sangat menentukan. Sementara di Indonesia sendiri masih bermasalah dengan jangkar standarisasi mutu, bermasalah dengan kompetensi yang mirip kejar paket hemat makanan.cepat saji .Jika Sistem evaluasi kinerja dan kompetensi masih melihat dari segi nepotisme tanpa aturan aturan dasar juga masih saja bermasalah sehingga sering membunuh akal dan fikiran yang sehat, serta orang-orang pandai dan berbakat di negeri yang kita cintai… Salam Hormat Dr. Jaya Wardhana, SE, SH, MM (Akademisi)