
SUARATEMPATAN.COM – Awalnya adalah keprihatinan melihat kampung halamannya di Bengkong, Batam, semakin terpinggirkan, juga warganya. Lalu Sapar rajin melihat aksi pergerakan di televisi.
Sapar kini adalah pendiri Perpat yang mendapatkan gelar Putra Kelana Jaya dari Lembaga Adat Melayu (LAM). Penghargaan ini diberikan atas perjuangannya mempertahankan kampung tua di Batam dari incaran para investor.
Berkat perjuangannya, puluhan kampung tua yang tersebar di Batam diakui keberadaannya. Bahkan Perpat berhasil mengatur Bengkong Sadai hingga bisa seperti saat ini.
Menurut pengakuan lelaki yang asli kelahiran Bengkong ini, pada tahun 1986 ada upaya yang disebutnya perampasan tanah dari penguasa. Ia masih ingat ganti rugi yang ditawarkan.
“Ganti ruginya Rp60 ribu, kandang ayam Rp60 ribu. Kami sudah diusir ke seberang, habis itu diusir lagi,” kenangnya kepada suaratempatan.com di kediamannya, belum lama ini.
Melihat sejumlah aksi pergerakan di tahun 1998, ia pun berpikir untuk membela warga dan mengambil balik kampungnya. Maka dikumpulkan 40-an orang untuk membahas persoalan itu.
Kebetulan kala itu adik kandung Sapar, Hasanuddin Muda baru lulus kuliah di Universitas Bung Hatta. Saat ini Hasan adalah pengacara yang juga menggagas berdirinya LBH Perpat.
Dalam pertemuan itu, Sapar juga dibantu sejumlah sarjana yang merupakan anak pulau.
“Saya nggak paham bagaimana membentuk wadah itu, lalu teman-teman pun serius rapat,” ujar Saparuddin.
Lantas Hasanuddin mengusulkan nama Perpat yang tetap dipakai hingga sekarang. Untuk menjadikannya legal, maka dinotariskan sejak awal berdirinya. Bahkan baru-baru ini Sapar mengurus penggantian kepanjangannya sebagai Perkumpulan Anak Tempatan di Kemenkum dan HAM.
Perjuangan Perpat ibarat jalan yang berliku-liku. Para pengurus, anggota dan masyarakat khususnya warga kampung tua di Batam kompak berjuang. Entah berapa kali aksi unjuk rasa dilakukan, berhadapan dengan para pengambil kebijakan kala itu.
Sapar pun bercerita, sempat juga pihaknya meminta penguasa meminta maaf di koran selama beberapa hari berturut-turut. Hal ini lantaran Perpat menilai ada pernyataan yang menyinggung keberadaan warga tempatan.
Ketika mau didirikan, sempat ada kegamangan nanti siapa anggotanya. Mendengar hal itu, Sapar pun angkat bicara. Saat itu ia adalah pemuda yang gemar main sepakbola.
“Saya main bola ke mana-mana di Batam. Main ke pulau-pulau, di situlah saya juga menyosialisasikan keberadaan Perpat,” jelasnya.
Tahun 2000 terbentuklah Perpat Kota Batam. Lima tahun kemudian, sejumlah tokoh pergerakan muda di Sumatera datang ke Sapar untuk minta petunjuk mendirikan organisasi yang sama.
Mengurus Perpat yang sudah menyebar hingga ke kabupaten dan kota di Kepri, Sapar akhirnya mempersilakan mereka untuk mengurus sendiri di provinsinya masing-masing.
Melihat sepak terjangnya, mungkin ada yang beranggapan Sapar memiliki niat untuk maju, sebagai wakil rakyat misalnya. Soal ini ditegaskannya di awal 2000-an bahwa ia tak berniat ke arah sana.
“Saya cukup tahu diri,” ujarnya, dibuktikan hingga hari ini ia memang lebih suka mengatur organisasi.
Dan selama hampir 21 kepemimpinannya, Perpat sudah melahirkan sedikitnya 16 anggota dewan, baik tingkat provinsi atau kabupaten/kota. (ali)