Perpat Miliki LBH, Hasanuddin: Ini Panggilan Hati Sejak Lama
Hasanudin SH, LBH Perpat adalah cita-cita dan keinginan sejak lama, 12 Desember 2020 baru terwujud. Foto - Ist

SUARATEMPATAN.COM – Persatuan Pemuda Tempatan (Pepat) Kepri kini memiliki sebuah Lembaga Bantuan Hukum (PBH). Berdiri sejak 12 Desember 2020, LBH ini merupakan lembaga nonprofit.

Keinginan untuk memiliki sebuah LBH sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Salah satu keinginan itu merupakan hasrat terpendam dari Hanasuddin SH yang juga Dewan Pendiri Perpat.

“Sebetulnya ini sudah cita-cita lama dan Alhamdulillah sekarang baru terealisasi, dan ini memang panggilan hati, ” tutur Hasanuddin, kepada suaratempatan.com.

Disebutkannya, secara sosial Perpat adalah OKP Ormas, keberadaannya untuk mengangkat harkat dan martabat warga tempatan.

Sementara kalau fokus ke hukum ada Lembaga Bantuan Hukum yang baru dibentuk tadi. Namun cikal bakal LBH sudah diawali dengan perjuangan hukum yang dilakukan Hasanuddin dan teman-temannya.

Ia bersyukur keinginanya agar Perpat memiliki LBH didukung para pendiri serta pengurus Perpat.

“LBH Perpat non profit. SDM-nya ada yang S1, S2 dan advokat. Bukan berarti yang bukan S1 atau S2 dan advokat nggak boleh bergabung. Ini bukan organisasi profesi, lebih ke nonlitigasi serta sosial,” Hasanuddin mempertegas.

LBH Perpat tidak merencanakan target, sementara ini berjalan dahulu. Ia sadar butuh orang-orang yang memiliki tekad besar agar LBH ini bisa melayani masyarakat yang memiliki persoalan hukum.

Diakui oleh dia, sebelum mendirikan LBH, dilakukan kajian mendalam. Banyak informasi dijadikan referensi, apalagi zaman sekarang mudah mengakses informasi.

Hasanuddin meminta agar LBH jangan disepelekan. Mengingat perjalanan panjang negara ini, LBH turut andil di dalamnya.

“Seperti LBH yang ada di Jakarta yang dipelopori oleh almarhum Adnan Buyung Nasution di masa pemerintahan almarhum Pak Harto,” Hasanuddin mencontohkan.

Ia mempersilakan siapa saja yang memerlukan bantuan hukum bisa ke LBH Perpat. Tim yang ada akan mendampingi dan memperjuangkan hak hukumnya.

“Kalau sampai ke proses persidangan harus advokat. Namun tidak semua persoalan hukum harus berakhir di persidangan, dan mediasi dan musyawarah adalah hukum tertinggi.” pungkas Hasanuddin. (jay)