
juga dikenal omnibus bill merupakan suatu konsep hukum yang dimaknai sebagai UU sapujagat
karena menghasilkan UU lintas sektor. Tentu saja konsep ini masih menjadi sesuatu yang sangat
asing dikarenakan omnibus law lebih dikenal di negara yang menganut sistem common
law seperti Amerika Serikat, KAPITALIS sedangkan ,Indonesia sebagai penganut sistem civil law justru tidak
mengenal konsep tersebut bahkan tidak sama sekali tidak mempunyai dalam hirarki perundangundangan sebagaimana perubahan UU 12 Tahun 2011 menjadi UU 15 Tahun 2019 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Omnibus law sepertinya menjadi fokus utama Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas,
padahal negara Indonesia masih dalam darurat covid-19 sehingga fokus rakyat tidak sepenuhnya
kepada omnibus law. Kedudukannya yang belum jelas pada hirarki perundang-undangan
Secara Mengejutkan, UU Omnibuslaw atau UU cipta kerja,(Cilaka) yang merupakan roadmap inti pemerintahan Jokowi dalam rangka pemulihan ekonomi, malah ditolak oleh bank dunia. Dalam sebuah laporan Bank Dunia menyatakan omnibuslaw merugikan ekonomi. Proposal omnibuslaw yang bertujuan melanggengkan ekploitasi sumber daya alam ultra neoliberal malah ditolak oleh Bank Dunia.
Ada apa gerangan ? Sudah pasti ada sesewatu yang memang tidak lazim. Biasanya seluruh UU yang lahir di Indonesia tidak lepas dari perhatian global terutama bank dunia. Karena berkaitan dengan keamanan investasi dan aset aset mereka di Indonesia. Selama ini UU selalu mendapat dukungan dari lembaga keuangan internasional khususnya IMF dan bank dunia. Namun kali ini malah ditolak
Seharusnya ini dijadikan pelajaran oleh DPR pembahasan omnibus law sebaiknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa.Di kala kita masih melawan covid 19 yang menjadi pandemi Dikarenakan ini merupakan konsep yang baru dan
berpotensi terjadi ketegangan dan pergesekan serta pertentangan di tengah masyarakat yang di sebabkan kurangnya sosialisasi.,
pengabaian kritik publik dan terkesan sebagai bentuk Pengkploitasian kekuasaan. Perlu diketahui Ide awal munculnya Undang Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) Cilaka Omnibus Law, ternyata bukan datang dari Presiden Jokowi atau Menteri Segala macam urusan LBP..Saya harus objektid ketikaDua orang itu kerap dituding menjadi orang yang sangat bertanggungjawab lahirnya undang-undang Omnibus Law yang kini menimbulkan banyak aksi demo buruh di tanah air.
Ternyata, ada sosok pencetus UU Omnibus Law atau UU Cipta kerja (Cilaka) yang memicu demo buruh itu adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil.
Dan perlu dipahami bahwa terdapat keinginan kuat dari pusat terhadap peningkatan investasi, tapi bagaimanapun ada investasi tertentu yang tidak bisa diterima oleh daerah karena dianggap dapat memudarkan nilai kultural masyarakat setempat. Meski demikian indonesia yang menganut sistem civil law, Penulis berpendapat konsep ini bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi dua hal. Pertama, persoalan kriminalisasi pejabat Negara. Selama ini, katanya, banyak pejabat pemerintah yang takut menggunakan diskresi dalam mengambil kebijakan terkait penggunaan anggaran karena jika terbukti merugi, bisa dijerat dengan UU Tipikor.Ternyata , Penerapan omnibus law cipta kerja (Cilaka)memang lebih mengarah kepada upaya untuk menarik investor sebanyak mungkin dengan tujuan penyejahteraaan masyarakat lewat pembukaan lapangan kerja. Sehingga, wajar regulasi yang dibuat mesti pro terhadap keinginan investor.
Alasan utama pemerintah hendak membuat Omnibus Law mulai tahun ini adalah karena banyaknya regulasi di Indonesia. Sebelumnya, Jokowi sempat menyebut setidaknya ada sekitar total 8.451 peraturan pusat dan 15.985 peraturan daerah yang ada di Indonesia. Diaksanakan Otonomi Daerah Seluas-luasnya merupakan amanat luhur dari semangat
reformasi yang terdapat dalam salah satu 7 (tujuh) tuntutan reformasi guna mengakhiri
kepemimpinan otoritarianisme orde baru. Otonomi daerah menjadi simbol atau tanda muaknya
daerah terhadap sentralisasi yang sangat kuat oleh pusat sehingga menghilangkan pemberdayaan
daerah. Penguatan terhadap keberadaan otonomi daerah kian kokoh dengan UUD 1945 pasal 18
ayat 1-7, UUD 1945 pasal 18A ayat 1 dan 2, UUD 1945 pasal 18B ayat 1 dan 2, Ketetapan MPR
RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian,
dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah dalam Kerangka NKRI, ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang
Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.U, U No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Revisi UU No.32 Tahun 2004).Omnibus law dalam RUU Cipta Kerja( Cilaka) menjanjikan akan membuka lapangan pekerjaan
sebesar-besarnya oleh karena diyakini dapat menarik investor secara masif masuk ke dalam
negeri. Dalam semangat menciptakan lapangan pekerjaan, penulis berbaik sangka kemungkinan pemerintah lupa bahwa prisip dalam
ketenagakerjaan tidak hanya sebatas lapangan pekerjaan yang tersedia namun harus diimbangi
dengan pemenuhan hak-hak pekerja/buruh. Realitas yang terjadi hari ini dapat dilihat dari jumlah Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.
Angkatan muda Indonesia. Dalam hal ini para pengambil kebijakan sepertinya berfikir secara pragmatis melihat persoalan Indonesia hanyalah
mengenai ketersediaan lapangan kerja. Padahal, pemerintah dalam mempersiapkan tenaga kerja
agar memiliki kapasitas kerja yang mempuni melalui program Kartu Prakerja menuai banyak
sekali polemik, ditambah lagi jaminan kesehatan pekerja dalam BPJS Ketenagakerjaan yang
lebih ironis. Artinya, sebelum masuk dalam pembahsan substansi pasal RUU Cipta Kerja
mengenai ketenagakerjaa kita dapat melihat omnibus law hanyalah suatu konsep penindasan baru yang akan membawa mimpi buruk bagi hak-hak pekerja/buruh. Muatan pasal dalam RUU Cipta
Kerja (Cilaka) tidak memberikan ruang kesejahteraan bagi buruh, apalagi mengenai upah, pesangon, persaman
didepan hukum antara pekerja dan pengusaha dan lain-lain. Terjadi ekploitasi ketenagakerjaan
terhadap parah buruh karena dibukanya secara leluasa Tindakan kebijakan waktu kerja yang tidak
jelas yang tercantum dalam pasal 77 UU Cipta Kerja(Cilaka). Terjadi suatu bentuk ketidak adilan pada bagian waktu
perjanjian kerja sesuai pasal 56 ayat 3 UU Cipta Kerja sehingga semua bergantung kesepakatan
para pihak sehingga ini dapat menimbulkan suatu bentuk perbudakan moderen dalam sistim ketenagakerjaan. Dengan dalih Alasan Proyek
Strategis Nasional dapat mengganggu kestersediaan lahan pangan dan menyapu sawah. Hal ini
dapat dilihat dari pasal 122 UU Cipta Kerja mengubah ketentuan dalam UU Nomor 41 tahun
2009 tentang perilindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Omnibus law sebagai suatu konsep baru yang coba diterapkan dalam sistem perundang-undangan
Indonesia belumlah dapat diterima dikarenakan konsep tersebut belum memiliki kedudukan dalam
hirarki perundang-perundangan,pembahasannya tidak demokratis karena mengabaikan asas keterbukaan,
mengenyampingkan otonomi daerah, melawan konstitusi, tidak berpihak kepada pekerja/buruh
serta melegalkan kerusakan lingkungan hidup dan lain-lain.
Sebaiknya Pemerntah menunda penerapannya. Salam Hormat.
Sekertaris Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia Depidar XXXII KEPRI DR. J